Perdagangan karbon adalah salah satu cara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan perubahan iklim. Perdagangan karbon memungkinkan perusahaan atau negara yang memiliki emisi GRK lebih rendah dari batas yang ditetapkan untuk menjual kredit karbon mereka ke perusahaan atau negara yang memiliki emisi GRK lebih tinggi. Dengan demikian, perdagangan karbon menciptakan insentif ekonomi untuk mengurangi emisi GRK dan mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Baca juga: Hasil Tambang Indonesia dan Kegunaannya Sehari-Hari
Namun, perdagangan karbon juga sering disalahpahami dan dikelilingi oleh mitos dan fakta yang perlu diketahui. Berikut adalah beberapa mitos dan fakta tentang perdagangan karbon di Indonesia:
- Mitos: Perdagangan karbon hanya menguntungkan perusahaan (contohnya, kontraktor batu bara) atau negara yang memiliki emisi GRK tinggi, karena mereka dapat membeli kredit karbon dengan harga murah dan tetap melanjutkan aktivitas yang mencemari lingkungan.
- Fakta: Perdagangan karbon tidak hanya menguntungkan perusahaan atau negara yang memiliki emisi GRK tinggi, tetapi juga perusahaan atau negara yang memiliki emisi GRK rendah, karena mereka dapat menjual kredit karbon dengan harga yang menguntungkan dan mendapatkan pendapatan tambahan. Selain itu, perdagangan karbon juga menguntungkan lingkungan, karena dapat menurunkan emisi GRK secara global dan mendorong inovasi teknologi dan energi hijau.
- Mitos: Perdagangan karbon tidak efektif dalam mengurangi emisi GRK, karena tidak ada mekanisme yang memastikan bahwa kredit karbon yang diperdagangkan benar-benar berasal dari pengurangan emisi GRK yang nyata dan terverifikasi.
- Fakta: Perdagangan karbon di Indonesia diatur oleh peraturan yang menjamin kualitas dan integritas kredit karbon yang diperdagangkan. Peraturan pertama meliputi Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Lalu, peraturan kedua meliputi Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon. Kemudian, peraturan ketiga meliputi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 34 Tahun 2023 tentang Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim. Peraturan-peraturan tersebut menetapkan kriteria, standar, prosedur, dan mekanisme untuk menghasilkan, mengukur, melaporkan, memverifikasi, mendaftarkan, dan memperdagangkan kredit karbon di Indonesia.
- Mitos: Perdagangan karbon di Indonesia masih belum berkembang dan tidak menarik minat pasar.
- Fakta: Perdagangan karbon di Indonesia baru saja diluncurkan pada September 2023. Tetapi, carbon trade tersebut sudah menunjukkan potensi yang besar dan menarik minat pasar. Menurut BEI, nilai perdagangan karbon di Indonesia mencapai Rp 30,7 miliar dengan volume perdagangan 490.716 ton CO2e hingga November 2023. Sementara itu, potensi pasar karbon Indonesia diperkirakan mencapai Rp 3.000 triliun hingga Rp 8.000 triliun. Pasar karbon tersebut terdiri dari sekitar 70 persen berasal dari sektor alam, seperti hutan, gambut, dan lahan.
Perdagangan karbon di Indonesia merupakan salah satu upaya untuk mencapai target pengurangan emisi GRK yang ditetapkan secara nasional dan internasional. Carbon trade juga merupakan peluang bisnis yang menguntungkan dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari mitos dan fakta tentang jual – beli karbon di Indonesia agar dapat memanfaatkan peluang tersebut dengan baik.